Hi, I'm back!
Lately I've been wanting to write again but I couldn't get the inspiration and courage. Today, I've decided to try again and share you some stories that hopefully interesting. Enjoy :)
Untuk post pertama setelah vakum beberapa tahun, saya ingin share tentang pengalaman saya waktu jadi
volunteer di sebuah kegiatan yang namanya Peduli Desa.
Singkatnya, di kampus saya ada sebuah kegiatan tahunan yang diadakan oleh
BEM bernama FKM UI PEDULI. Tahun 2015 kegiatan tersebut sudah berjalan selama
11 tahun, jadi di tahun 2015 namanya adalah FKM UI PEDULI 11. Peduli Desa
merupakan salah satu rangkaian acara yang terdapat di kegiatan tersebut. Peduli
Desa sendiri merupakan kegiatan pengabdian masyarakat, dimana kami—mahasiswa,
mencoba untuk mendekatkan diri kepada masyarakat dan membantu mereka terutama
dalam bidang kesehatan. Acaranya diisi dengan penyuluhan-penyuluhan dan juga
pembangungan WC Umum. Masalah utama di Desa Tanjungan adalah MCK yang belum
tersedia di setiap rumah warga. Banyak warga yang melakukan MCK di sungai
ataupun di hutan. Saya bukan panitia acara tersebut, saya hanya mendaftar untuk
menjadi volunteer pada acara Peduli Desa :)
Peduli Desa diadakan selama satu minggu penuh mulai tanggal 10-16 Januari
2016 dan bertempat di Desa Tanjungan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
Bisa dibilang desa ini letaknya cukup jauh dan dekat dengan laut. Kami berangkat
dari Depok sekitar pukul 10.30 pagi dan sampai di sana saya ingat sekali waktu
maghrib. Desa Tanjungan memiliki beberapa RW, dan saya beserta teman-teman satu
kelompok saya ditempatkan di RW Cikeusik. Sekedar informasi saja, awalnya saya
sangat sedih tahu kalau ditempatkan di sana. Alasanya, RW Cikeusik letaknya
lebih jauh lagi ke atas. RW lain lokasinya dekat dengan pantai, tapi lokasi RW
saya di daerah atas, bahkan warganya adalah petani (bukan nelayan).
Butuh waktu
30 menit waktu perjalanan lagi dengan mobil untuk sampai ke RW Cikeusik dari
tempat seluruh panitia inti berkumpul (yaitu di Cikujang). Kalau jalan kaki
mungkin bisa 1-1,5 jam. Bahkan, waktu hari pertama sampai di Desa Tanjungan,
ketika kelompok lain sudah bisa pergi ke RW-nya masing-masing dan berkenalan
dengan bapak-ibu homestay mereka,
saya dan teman-teman sekelompok saya harus tinggal satu malam di Cikujang
terlebih dahulu karena hari sudah gelap dan terlalu bahaya untuk pergi ke
Cikeusik.
Panitia memang sudah mewanti-wanti kalau perjalanan ke Cikeusik itu
‘dahsyat’ karena jalannya yang berlumpur dan berbatu-batu. Di RW lain mungkin
jalannya pasir, tapi di Cikeusik semuanya batu (di Desa Tanjungan belum ada
jalan aspal). Awalnya saya pikir tidak akan terlalu parah, tapi ternyata ketika
benar-benar melakukan perjalanan ke sana, saya baru paham dan menyesal karena
saya sempat meremehkan peringatan panitia.
Saya dan teman-teman sekelompok saya
harus desek-desekkan naik mobil pick-up yang
tidak cukup untuk kami ber-16. Bahkan para cowok-cowok harus duduk di atas
mobil. Barang-barang kami ditinggal dulu di Cikujang dan akan menyusul diantar.
Saya tidak bisa mendeskripsikan bagaimana rasanya naik mobil itu dan berjalan
di jalan yang seperti itu. Jujur saja seperti naik wahana ekstrim di Dufan. Tubuh
terbanting-banting ke kanan-kiri-depan-belakang, punggung sakit, bokong sakit,
bahkan saya harus pegangan kuat-kuat seperti orang akan melahirkan. Tapi untung
saja perjalanan itu saya lalui bersama teman-teman saya, jadi apapun bisa
dibuat tawa dan menyenangkan.
Saya kenalkan dengan teman-teman sekelompok saya:
Belakang: Galang, Shena, Dea, Erika, Hana, Yuni, Fing, Kak Indah, Kak
Randi, Ishaq
Depan: Arifah, Sri, Fani, Memey, El, Maul
Foto itu diambil sebelum kami berangkat ke Desa Tanjungan (masih di
Depok).
Mereka adalah teman-teman yang sudah bersama saya ketika kita semua tidur
sepanjang siang dan sama-sama gak bisa mandi karena barang-barang belum dikirim
oleh panitia, dan ketika kita sama-sama terjebak di jalan berlumpur sehabis
hujan. Teman-teman yang membuat rasa indomie dan sarden menjadi lebih lezat,
yang saling mengingatkan untuk minum obat malaria, yang bersama-sama masak
dengan ayam jago super besar, yang super kuat karena sanggup menimba air sumur
setiap hari, yang semangatnya luar biasa karena membabat 5 intervensi
(penyuluhan) sekalgius dalam satu hari, yang mengajarkan saya kata ‘mancay’
(artinya mantap), dan yang membuat 4 hari saya di Cikeusik mudah untuk dilalui.
Terima kasih untuk kalian semua :)
Selanjutnya, saya kenalkan dengan Cikeusik, tempat yang memberikan banyak
sekali kenangan untuk saya walaupun saya hanya tinggal di sana selama 4 hari.
Tempat yang tenang, akrab, dan indah.
Jalan di Cikeusik |
Sebagai gambaran, ini adalah jalan yang ada di Ciekusik. Bukan aspal atau
pasir, tapi batu-batu. Hari pertama saya datang, butuh waktu lama sekali untuk
saya jalan karena kaki saya sakit dan saya sangat hati-hati takut jatuh. Tapi
warga di sana yang sudah terbiasa, jalan mereka biasa saja (cool!)
Lumpur sehabis hujan |
Kalau hujan turun, kondisi jalannya akan seperti ini. Semua berlumpur, dan
percaya sama saya susah sekali untuk jalan. Saya bisa dibilang selalu terjebak
di lumpur :( Bahkan pernah saya berjalan mungkin jaraknya hanya 50
meter, tapi bisa sampai 20 menit karena lumpur itu. Sendal jepit saya pernah
copot (tapi untung bisa benar lagi, hehe).
Rumah di Cikeusik |
Ini adalah bentuk rumah di Cikeusik. Mayoritas terbuat dari bambu dan kayu
dan berbentuk rumah panggung. Ada beberapa yang sudah seperti rumah di
perkotaan, tapi hanya beberapa orang saja untuk yang punya rezeki lebih.
Omong-omong, itu bukan parabola untuk TV berlangganan, tapi itu untuk TV
nasional (saya baru tahu). Tapi jujur saja, tinggal di sana nyaman kok. Memang
jarak satu ruangan dengan ruangan satunya sangat sempit, tapi di dalam rumah
terasa sejuk.
Oh ya, kebanyakan warga di Cikeusik tidak pernah mengunci pintu kalau
bepergian. Mereka tidak begitu khawatir akan ada orang jahat yang akan mencuri
harta mereka. Tapi, RW ini memang cukup sepi, karena warga biasanya berangkat
pagi-pagi ke ladang lalu pulang lagi menjelang maghrib. Baik bapak-bapak dan
ibu-ibu melakukan hal yang sama. Sementara itu, anak-anak pergi sekolah (yang ngomong-ngomong letaknya ada di desa lain dan harus berjalan-jalan banyak kilometer karena di Cikeusik hanya ada SD). Jadi
benar-benar cukup sepi.
Homestay |
Ini adalah rumah Bapak dan Ibu Wana, bapak-ibu homestay saya. Anaknya satu laki-laki bernama Suanda (yang duduk di tengah). Saya bersyukur banget dapet homestay di rumah Ibu Wana karena ini adalah satu-satunya homestay yang sumurnya pake pompa SA***, hehe ;) Jadi saya gak harus nimba sumur setiap kali mau mandi, saya gak bisa bayangin kalau harus kayak gitu. Saya pernah satu kali cobain nimba sumur di homestay pusat kami untuk cuci piring, dan gilaaaa berat banget :(( Tapi hanya di rumah Bapak-Ibu Wana ini saya punya pengalaman mandi tanpa pintu dan dihibur dengan suara kambing, haha ;) (kamar mandinya ada di sebelah kandang kambing).
Bersyukur banget bisa kenal dengan Bapak-Ibu Wana. Bapak dan Ibu yang sudah memberikan kami fasilitas paling baik yang bisa kami terima. Ibu Wana yang katanya senang kedatangan kami dan nangis waktu kami pamitan pulang :( Ibu Wana yang memberikan kami kasur untuk tidur, dan menyalakan pengusir nyamuk bakar ketika kami tidur. Bapak Wana yang mengantarkan kami ke rumah-rumah warga untuk sosialisasi Pesta Rakyat.
Bapak dan Ibu yang sudah ajak kami ke ladang. Seru banget! Saya baru tahu kalau sawah dan ladang itu berbeda makna. Sawah adalah tempat petani menanam padi untuk dijual dan menjadi mata
pencaharian utama, sementara ladang adalah tempat petani menanam berbagai macam
tumbuhan untuk mereka konsumsi sendiri.
Ibu Wana bercerita kalau di ladang itu enak, kita bisa duduk di saung, beristirahat setelah bekerja di sawah, membuat makanan, menikmati pamandangan, mengobrol, dan bahkan bisa tidur. Setiap keluarga punya sawah dan ladang masing-masing, dan seluruh anggota keluarga setiap hari pergi ke ladang dan sawah untuk bekerja. Anak-anak kecil yang belum sekolah juga terkadang diajak untuk ikut bermain.
Ibu Wana bercerita kalau di ladang itu enak, kita bisa duduk di saung, beristirahat setelah bekerja di sawah, membuat makanan, menikmati pamandangan, mengobrol, dan bahkan bisa tidur. Setiap keluarga punya sawah dan ladang masing-masing, dan seluruh anggota keluarga setiap hari pergi ke ladang dan sawah untuk bekerja. Anak-anak kecil yang belum sekolah juga terkadang diajak untuk ikut bermain.
Ini foto kami waktu ke ladang:
Ladang |
Perjalanannya cukup jauh (saya agak manja memang). Perjalanan pergi lewat jalanan menanjak yang sepertinya tidak ada ujungnya dan pulangnya lewat sawah dan kami beberapa kali terperosok di lumpur. Tapi semua itu tentu saja terbayar dengan keindahan pemandangan di sana dan cerita-cerita dari Bapak dan Ibu Wana. Apalagi lihat mereka tertawa, jadi beneran ikut senang :)
Sawah milik Bapak dan Ibu Wana |
Sekarang saya mau cerita tentang kegiatan inti kami di RW Cikeusik, yaitu intervensi! Intervensi adalah penyuluhan yang kami lakukan kepada warga di sana. Sasaran kami banyak, ada ibu-ibu, bapak-bapak, anak SD, dan remaja. Intervensi kami adalah seputar kesehatan: Gizi Seimbang, 1000 HPK, Rokok, Jamban Sehat, Reproduksi, Jajanan Sehat, dll. Masing-masing dari kami menjadi penanggung jawab dari satu intervensi. Saya dan Kak Indah jadi penanggung jawab untuk intervensi ke anak SD dengan tema Jajanan Sehat :)
Seru banget! Jadi belajar bagaimana menghadapi orang dari berbagai macam usia. Ibu-ibu itu ramai, kita hanya perlu pancing dengan satu kalimat, selanjutnya mereka akan cerita sendiri dan banyak bagi pengalaman, intervensinya mudah jadi kayak ngobrol. Kalau bapak-bapak dan remaja yang susah, mereka kebanyakan diam dan iya-iya aja, jadi waktu itu saya juga bingung :( Tapi kalau anak SD, hmm...lebih seru! Haha, harus sarapan yang banyak kalau berhadapan dengan anak-anak! Tapi saya senang banget kalau ketemu anak-anak, karena mereka ceria dan mau diajarin apa aja (nyanyi contohnya, hehe).
Ini beberapa foto intervensinya:
Intervensi dengan bapak-bapak dan remaja laki-laki
|
Intervensi di SD |
Kelompok intervensi saya |
Anak-anak kelas 6 SDN Tanjungan 4 |
Kami pernah gila membabat 5 intervensi sekaligus dalam satu hari. Hal itu dikarenakan kami harus pulang satu hari lebih cepat dari yang direncanakan. Karena tidak ada yang bisa menjemput kami di hari yang seharusnya kami pulang :( Tapi kami tetap semangat karena warga Cikeusik juga sangat bersemangat ikut intervensi! Itu yang paling penting :)
Satu hari sebelum kami kembali ke Depok, ada acara terbesar dari rangkaian Peduli Desa ini, yaitu Pesta Rakyat. Pesta Rakyat dilaksanakan di Lapangan Cikujang dan berisi berbagai rangkaian acara seperti aerobik bersama, bazar, cek kesehatan gratis, berbagai macam lomba 17-an, dan lomba cerdas cermat. Setiap warga di Desa Tanjungan sangat diundang untuk datang dan bersenang-senang bersama di Pesta Rakyat.
Yang membuat saya terharu adalah anak-anak dari Cikeusik semuanya datang :"" anak-anak SD banyak yang datang untuk mendukung teman mereka Tuti, Desi, dan Dani yang ikut lomba cerdas cermat. Mereka berjalan kaki selama satu jam! Bersyukur karena teman-teman mereka bisa meraih juara 2 :)
Dan yang paling membuat kami senang adalah anak-anak laki-laki dari Cikeusik yang menamakan mereka BOCIX (Bocah Cikeusix), dan yang datang untuk mengikuit berbagai macam lomba 17-an dan terutama lomba futsal. Mereka begitu bersemangat waktu datang dan ketemu kami. Senang banget mereka mau jauh-jauh datang untuk membela RW mereka :) Mereka juga yang menenami kami menampilkan persembahan RW di malam puncak Pesta Rakyat. BOCIX memberi kesan tersendiri buat kami, bahan ingatan kami untuk mengenang Cikeusik. Sekarang kami bahkan menamakan grup Line kami dengan Bocak Cikeu6 ;)
Pesta Rakyat! |
BOCIX |
Fany dan Gaby, teman saya yang sangat saya kangenin selama saya di Cikeusik! |
Sebenarnya masih banyak sekali orang-orang yang saya temui selama saya di Desa Tanjungan, tapi sepertinya post ini saja sudah kepanjangan, hehe. Saya mau berterima kasih kepada mereka semua yang sempat hadir di kehidupan saya dan memberi saya banyak sekali pengalaman dan membuat saya lebih merasa bersyukur dengan kehidupan yang saya punya saat ini. Terima kasih juga kepada teman-teman yang mau berbagi pengalaman dengan saya.
Terima kasih kepada Ibu Wana karena cerita pengalamannya tentang orang-orang kota yang tidak ramah dan sulit untuk menolong sesama, saya jadi tertegun dan berpikir apakah saya orang yang seperti itu juga? Terima kasih karena sekarang saya jadi selalu berpikir dua kali untuk mengeluh.
Terakhir, terima kasih banyak kepada Panitia FKM Peduli 11 yang sudah memberikan saya kesempatan ini. Pengalaman ini tidak pernah akan saya lupakan dan akan terus dengan bangga saya ceritakan kepada orang-orang terdekat saya. Saya bangga karena saya bisa lebih banyak bersyukur, bisa mendapat pengalaman hidup, bisa mengaplikasikan ilmu yang saya dapatkan, bisa mengenal orang-orang baru, dan seperti yang selalu Panitia FKM Peduli 11 katakan, saya bangga karena saya bisa belajar untuk mencintai Indonesia.
Salam BOCIX! |
FM